Malang, Juli 2012 |
Kalau mau tanya saya, di
mana kita bisa banyak belajar tentang perubahan secara rapid terutama di Pulau Jawa.
Maka saya akan bilang di kereta! Di kereta kita belajar menghajar perbedaan,
belajar bergesekan, belajar bersabar, belajar tahapan, belajar setia untuk duduk
tegak, belajar saling berhadapan dan saling berpunggungan, belajar saling
menyapa, belajar dipertemukan, belajar dipisahkan, belajar tepat waktu atau
ditinggalkan, belajar memilih arah pandang ke depan atau ke belakang. Ah,
kereta ekonomi tepatnya!
Hong Kong, Februari 2013 |
Di jalur yang hanya
membelah Jawa dan sebagian kecil Sumatera ini itulah setidaknya yang saya
rasakan. Saya pun belajar untuk tidak berhenti dan tidak menyerah sebelum
waktunya. Jika memang begitu, yang lain pun akan menunggu dan mempersilahkan
kita berlari duluan. Seperti kereta di palang-palang penjaganya. Sering saya
naik kereta, dari eksekutif sampai ekonomi. Namun, pada akhirnya opsi terakhir
adalah pilihan yang paling sering saya gunakan.
Bahkan, sudah
masing-masing tiga kali saya naik kereta sampai dan dari ujung Pulau Jawa.
Stasiun Banyuwangi Baru, di sanalah ujung lintasannya.
Saya selalu menikmati
saat-saat pergantian arena, mulai dari pedagang yang menawarkan
"mijon", "mison", sampai "misone". Kadang saya
menikmatinya dengan pedagang yang berjualan tahu, diawali tahu sumedang, dan
berakhir dengan pecel tahu. Atau penjual strawberry yang lama kelamaan berubah
menjadi penjual pecel.
Yogyakarta, Juni 2011 |
Kalau Anda belum paham
apa yang saya bicarakan, sepertinya Anda memang patut mencoba melintasi Jawa
dengan kereta ekonomi.
Kalau saya bisa bilang,
tingkah polah Jawa memang bisa dilihat dari sini. Manusia-manusia yang harus
mati sia-sia dihajar lokomotif karena tak tahu aturan, atau anarki oknum
suporter sepakbola sialan yang dengan sengaja menghantam jendela-jendela kereta,
sehingga kereta yang saya naiki satu gerbong hancur semua. Atau anak-anak
ingusan yang dengan penasaran sengaja melempari kereta yang saya naiki dengan
batu setengah kepala mengenai seorang nenek yang duduk di depan saya. Hampir
kaca jendela saya bocor juga.
Ah terima kasih, tak pernah saya diperlihatkan dengan
malapetaka sekaligus kerakusan saya sendiri dalam waktu bersamaan selain di
kereta.
No comments:
Post a Comment