Sunday, December 8, 2013

Meraba Indonesia - Ahmad Yunus


Sebagian besar isi buku ini anehnya justru saya baca bukan di Indonesia. Memang, sesuatu akan lebih mudah dicintai dan dirindukan jika kaki ini jauh dari tanahnya. Ketika berminggu-minggu saya jauh dari rupanya, justru saya semankin ingat bahwa alasan saya membacanya sangatlah sederhana.

Mencintai Indonesia dengan sederhana. Itulah kalimat yang saya pelajari setelah membaca buku ini. kenapa dengan sederhana? Karena tanpa kesederhanaan, tanpa kepedulian, tanpa rasa kemanusiaan, dan tanpa keikhlasan mencintai apa adanya bukan ada apanya, mungkin sulit menemukan alasan bagi negeri ini untuk dicintai.

Kesederhanaan itu pula yang dihadirkan buku ini. Dengan gaya bahasa jurnalisme sastrawi yang mengalir dan hidup, saya banyak belajar dari perjalanan kedua “orang gila” yang mengelilingi Indonesia selama hampir setahun mengelilingi Indonesia hanya dengan mengendarai sepeda motor 100 cc bekas yang dimodifikasi.

Lewat kisah yang dibuat untuk mengagumi dan menyelami Indonesia sebagai negeri bahari ini, sukses menampilkan realita bahwa: Indonesia yang konon agraris itu ternyata payah di daratan, dan Indonesia yang konon maritim itu pun nyatanya tak jaya di lautan. Namun, justru dari realitas itulah pembaca akan dibuat sadar untuk menghargai setiap kristal garam yang dicecap yang diperoleh dari negeri sendiri. Mencintai Indonesia dari dekat.

Di satu sisi pembaca akan terpukau dengan kekayaan alam negeri, merasa diundang oleh serangkaian upacara adat. Namun, di sisi lain air mata tak terasa menggenangi pelupuk. Seiring mata memicing tumpah ruah isinya meliputi ironisnya kisah-kisah bahari negeri ini.


Buku ini sarana kontemplasi melihat negeri. Membacanya seperti lupa diri, lupa Jawa. Wajah asli Indonesia dibalut kesaksian ratusan wawancara dan referensi sejarah yang membuat khazanah pengetahuan bertambah. Ditulis oleh Ahmad Yunus dalam perjalanannya yang anehnya masih saja waras dengan realita yang ada, menarik kita ke masa lalu kemudian menyilahkan kita kembali ke realita, dan membuat kita menerawang masa depan kita, Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Arzia Tivany Wargadiredja