Sunday, November 25, 2012

Wonderful Indonesia


Aku mengingat nama itu ketika aku dibawa ke sebuah teras tempat aku belajar yang aku sebut sekolah. Dalam sepenggal syair
"Nenek moyangku seorang pelaut gemar mengarung luas samudra menerjang ombak tiada takut mengarung badai sudah biasa"
aku pikir aku sudah mengenalnya. Begitu pula dalam syair
"Naik-naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara,"
aku pikir aku sudah menemukan rumah. Aku mengingat namanya ketika itu, Indonesia.
Sejak kecil jarang aku rasakan asinnya air laut, tak pernah pula aku rasakan bau angin gunung-gunung tinggi. Sehingga, aku tak percaya pada syair -syair itu di waktu kecil.
Namun, ternyata negeri ini lebih dari sekedarnya. Lebih dari apa yang diajarkan dalam buku geografi SMA bahwa tanah airku ini terletak di antara dua benua, bahwa negeriku ini terletak di antara dua samudera, bahwa negeriku ini terletak di khatulistiwa, bahwa, dan bahwa lainnya.
Bahwa banyak yang tak kudapat hanya dari buku. Banyak yang tak kudapat hanya dengan mengintip "jendela dunia"-nya saja. Banyak yang harus kuketuk langsung pintunya, memberi salam dan disambut di sana. Iya, di sana di tempat-tempat yang selama ini tak aku tahu, di Indonesia.
Negeri ini punya segalanya, gunung salju, hutan tropis, savana, gurun pasir, gunung berapi, ombak yang cantik, arus tenang, gugusan karang indah, jeram-jeram menawan, ekosistem alam yang kaya, hingga segala keajaiban budayanya.
Aku pun percaya bahwa aku harus seperti negeriku, karena menurut Pramoedya Ananta Toer
"Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga. Yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada yang tahu benar akan tujuan hidupnya"
Jika Eric Weiner berkata dalam The Geography of Bliss bahwa kebahagian bagi Belanda adalah angka, dan bagi Bhutan adalah kebijaksanaan. Maka bagiku, kebahagiaan bagi Indonesia adalah tempat itu sendiri. Wonderful Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Arzia Tivany Wargadiredja