Tuesday, November 6, 2012

Jalesveva Jayamahe!

Well here I go again, Kompas set my feature (again) on its page. Thanks #Conservation2nd and UKSA 387 Undip. My writing on Kompas had been cut by the editor, the full version is shown below. Happy reading!
My feature on Kompas (6/11)




Jalesveva Jayamahe!
Di lautan kita berjaya...
Di lautan kita berkarya...

Kita boleh berbangga karena sekitar 18 persen terumbu karang dunia yakni seluas 74.748 kilometer persegi hidup di dasar laut Nusantara. Dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia yakni sekitar 750 jenis karang dan 942 jenis ikan, tak aneh rasanya bila negeri ini dijuluki "Negeri Megabiodiversity".

Namun, hal menyedihkan justru datang dari laporan para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2005), ternyata hanya tersisa 5,8 persen terumbu karang di Indonesia yang masih dalam kondisi baik. Hal tersebut memicu gerakan sekelompok pemuda yang tergabung dalam Unit Kegiatan Selam 387 Universitas Diponegoro (Uksa 387 Undip) Semarang untuk menyelenggarakan kegiatan bertajuk Coral, Serviceable, Volunteer, Action (Conservation).

All participants


Conservation merupakan program berkelanjutan lima tahun yang diselenggarakan Uksa 387 Undip sejak 2011 di Kepulauan Karimun Jawa, Jawa Tengah. Pada 21-25 September 2012, acara Conservation kedua kembali dilaksanakan. Sebanyak 15 sukarelawan dari beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, hingga Kalimantan Timur berkumpul di Karimun Jawa untuk melakukan konservasi lautan.

Hari pertama diisi dengan seminar mengenai ekonomi pariwisata, konservasi, dan terumbu karang, para peserta dibekali pengetahuan awal mengenai terumbu karang. Hadir sebagai pembicara dosen Oseanografi Undip, Prof. Sahala Hutabarat, M.Sc, perwakilan Coral Triangle Center, Arief Darmawan, dan perwakilan dari Terangi, Mikael Prastowo.

Peserta mulai beranjak menuju Karimun Jawa pada Sabtu (22/9) dan menginap di Desa Kemujan, sekitar 25 kilometer dari pintu utama Pulau Karimun Jawa. Keesokan harinya, meskipun laut Jawa yang biasanya tenang sedikit bergelombang, hal tersebut tak menyurutkan semangat para penyelam yang rata-rata terdiri atas mahasiswa dan pelajar untuk melakukan kegiatan transplantasi karang di kedalaman 7-8 meter. Mereka berharap kelak hewan yang hanya tumbuh 2 hingga 10 cm per tahun ini dapat dilihat oleh anak-cucu mereka.

Coral transplantation

Setelah melakukan kegiatan transplantasi karang, rombongan peserta beranjak menuju Pulau Tengah untuk melakukan kegiatan selam gembira atau fun dive. "Tahun ini konstruksi bawah lautnya kami tambah tugu dengan polip di atasnya, serta fish shelter untuk membasmi alga," jelas Ketua Panitia acara Aulia Yustian. Hari terakhir diisi dengan kegiatan sosial seperti Coastal Clean Up di sekitar Pantai Bare, Coastal Clean Up merupakan kegiatan pembersihan sampah di sekitar pesisir pantai dari batas pasang pantai hingga batas surut pantai. Kegiatan pun dilanjutkan dengan pendataan keadaan sosial ekonomi masyarakat, dan peresmian perpustakaan pintar di SD Negeri 4 Kemujan. "Melalui program ini, kami berharap semua yang terlibat memiliki jiwa konservasi yang sustainable," tambah Aulia Yustian.

Pendataan keadaan social ekonomi masyarakat dilakukan kepada sekitar dua puluh sampel kepala keluarga. Selain pendataan keadaan social dan ekonomi, penduduk juga mendapat penjelasan seputar konservasi dan pentingnya terumbu karang bagi kehidupan masyarakat. Dari kegiatan itu pula diketahui bahwa masih ada penduduk sekitar yang melakukan “selam kompresor”, yaitu menyelam dengan menggunakan kompresor pengisi udara ban yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mulai dari kram hingga kelumpuhan.

Kemujan, Sisi Lain Karimun Jawa
"Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia," ungkap Prof. Sahala Hutabarat, M.Sc. dalam seminar hari pertama Conservation 2nd. Jadi dapat dibayangkan berapa banyak masyarakat pesisir yang alur napasnya turut ditunjang kekayaan sector kelautan. Bukan tanpa alasan Tuhan menganugerahi negeri ini dengan laut mahaluas, potensi negeri mega-biodiversity ini pun tak perlu diragukan lagi. Maka, bukan tanpa alasan pula proyek ekowisata Taman Bawah Laut di Karimun Jawa ini diadakan demi membangun potensi ekonomi masyarakat sekitar pesisir.

Masih banyak tantangan yang harus dilalui untuk menjadikan Desa Kemujan destinasi ekowisata yang menjanjikan, bayangkan saja akses yang cukup jauh dari Pelabuhan utama (sekitar 25 km) tanpa kendaraan komersial,  sinyal provider telepon genggam pun sulit dijangkau, itupun menggunakan penangkap sinyal, belum lagi, pasokan listrik yang hanya hidup 6 jam saja (18.00-24.00). Masyarakat sekitar pun belum banyak yang mengenal kegiatan konservasi bagi terumbu karang yang menjadi sasaran wisata andalan.

"Kendala Desa Kemujan itu disebabkan pintu bagi wisatawan cuma ada satu, yaitu di Karimun Jawa" jelas Kepala Desa Kemujan, Yuslam Said saat pembukaan acara Conservation. Seiring istilah "traveling" dan acara "jalan-jalan" yang kini makin menjamur, tak ada salahnya sebagai wisatawan tak hanya mengekspos keindahan dan metode bepergian saja, kesejahteraan masyarakat sekitar pun patut diperhatikan! Sekali lagi, Jalesveva Jayamahe!


No comments:

Post a Comment

Arzia Tivany Wargadiredja